Sunday, November 23, 2014

Always Love Somebody as There is No Tomorrow


Terakhir kali aku bergalau saat Mendiang Mamiku berulangtahun tepat 6 bulan setelah kepergiannya. Kali ini aku kembali bergalau setelah kehilangan dirimu. Hmm, mungkin salah, lebih tepat bila kukatakan setelah aku memutuskan untuk melepaskan dirimu.

Ya, dirimu yang telah menemaniku sekitar 2 tahun lebih, terhitung dari kita mulai dekat. Kamu telah menemaniku melalui beragam peristiwa dalam hidupku. Senang dan sedih kubagi bersama dirimu. Kamu yang paling mengenal diriku selama beberapa tahun terakhir ini. Tidak Papi, tidak juga Cece, tidak juga teman-teman baikku. Mereka semua jauh, sibuk dengan urusannya masing-masing. Yang dikata orang akhir minggu adalah hari keluarga, bagiku akhir minggu adalah hari sendiri. Kamu terkadang bepergian bersama keluargamu, memiliki acara sendiri. Tapi sempat beberapa kali kamu mengajakku bergabung. Aku senang, aku merasakan hangatnya keluarga bersama dengan orang-orang tercintamu. Mereka menerima diriku dan mereka membuatku nyaman dan bahagia. Terima kasih kamu telah memberikan hal tersebut kepadaku.

Kamu juga menemaniku saat aku terjatuh sangat dalam, saat aku mengetahui bahwa Mami tidak memiliki harapan lagi. Kamu sudah terlalu sering melihat diriku menangis. Kamu mendengarkan setiap ceritaku tentang perkembangan Mami. Kamu sering menjenguk Mami, menemaniku di rumah sakit, menemaniku mengurus segala hal yang kamu mungkin tidak mengerti. Terima kasih atas segala waktu dan kehadiran yang telah kau berikan padaku.

Semua hal yang kau berikan padaku waktu itu begitu berarti dan aku tahu betapa sayangnya dirimu padaku. Tepat 4 hari sebelum Mami pergi, kondisi Mami sudah tidak jelas, tidak pasti. Namun, hari itu hari yang penting. Sepulang kuliah aku segera membeli cake dan lilin lalu kubawa ke kampusmu. Kejutan yang mungkin kecil, tapi bagiku itu penting, karena kamu orang yang kusayang, yang kutahu paling dekat dan menyayangiku saat itu.

Tiba hari itu. Satu-satunya orang yang telah hidup bersama-sama denganku selama hampir 19 tahun akhirnya meninggalkan diriku. Semua orang sibuk. Papi ditemani saudara-saudaranya. Cece ditemani sahabat-sahabatnya. Teman-temanku di kampus ternyata juga banyak yang datang, begitu pula teman-teman lamaku sewaktu sekolah. Aku senang, mereka jauh-jauh datang menghiburku dan memberi penghormatan terakhir pada orang yang telah melahirkan dan membesarkanku di dunia ini.

Kamu juga datang saat itu. Hari kedua kamu datang, aku begitu lega saat kamu datang. Kamu telah mengenal dekat Mami. Kamu datang bersama sahabat-sahabatku saat SMA. Hari ketiga, adalah hari yang penting, penutupan peti dan penghormatan terakhir sebelum dikremasi. Ini peristiwa yang paling berat di antara 3 hari rangkaian upacara. Teman-temanku yang masih berusia 19 tahun itu, sudah datang kemarin, jadi mereka tidak datang lagi hari ini-yang mana adalah hari Minggu, hari keluarga-. Aku butuh seseorang. Kucari dirimu. Kamu bilang kamu akan datang. Tapi kamu belum muncul. Di pertengahan upacara akhirnya kamu datang bersama kedua orangtuamu. Setelah upacara selesai akhirnya aku bisa bertemu dirimu lagi. Aku menangis sangat sesenggukan hari itu, hari yang begitu berat. Mamamu memeluk diriku. Aku masih terus menangis. Aku ingin memeluk dirimu. Mengapa kau tak kunjung memeluk diriku? Kamu hanya memandangku dalam jarak kira-kira 2 meter.

Acara berlanjut ke kremasi peti, saat rupa Mami tidak lagi ada. Cece menangis parah saat itu, tapi aku diam.

Usai kremasi, Cece ditenangkan oleh teman-temannya. Aku mencari dirimu. Tapi..kamu tidak dapat kutemukan..ku lihat handphone, kamu harus segera pulang karena depresi Mama kambuh. Aku mengerti.. Tapi satu hal yang paling kusesali darimu adalah mengapa kamu tidak memelukku saat aku begitu terpukul. Sampai saat ini itu adalah kesalahan terbesar dirimu yang entah kenapa tidak dapat kulupakan. Tentu bukan tipikal diriku untuk mengingat kesalahan orang. Aku duduk saja sendiri di seberang ruang, termenung, berharap dirimu di sampingku menemaniku melewati waktu yang rasanya begitu lambat.

Waktu berlalu. Untuk pertama kalinya usiaku genap bertambah tanpa disaksikan Mami. Sedih. Tahun lalu begitu meriah, ada Mami, Cece, dan kamu. Kita makan bersama di suatu restoran Italia yang unik. Tahun ini hanya aku dan Cece. Aku tidak tahu di mana dirimu. Tidak ada kejutan darimu seperti tahun lalu. Bungkusan kertas kado pun tidak aku dapat darimu kali ini. Hadiah terakhir darimu genap setahun yang lalu. Kado natalku pun tidak kau balas, meski aku sangat antusias menunggunya darimu.

Kondisi keuangan keluargaku memburuk. Semua terkuras pada pengobatan Mami kemarin. Aku tidak lagi mendapat uang jajan. Cece mengharuskan diriku mencari penghasilan sendiri. Aku pun berjuang, tabunganku yang telah lama kukumpulkan kian menipis, sampai akhirnya aku mendapatkan pekerjaan. Aku menjadi pelit waktu dan tenaga. Aku masih ingin mengembangkan diriku sebelum aku sibuk dengan pekerjaan. Aku juga ingin meningkatkan nilai akademik setelah kemarin turun drastis karena peristiwa Mami. Waktu dan tenaga menjadi sangat tipis dan aku kesulitan membaginya dengan dirimu. Ya, dengan dirimu di sana. Seringkali kita hanya dapat bertemu bila aku mampir ke rumahmu-yang letaknya jauh dari daerahku. Mungkin kita bisa bertemu lebih sering bila kamu yang mampir ke daerahku.

Tidak lama kemudian aku mulai merasa lelah. Aku lelah karena aku berjuang terlalu banyak. Aku lelah kita hanya sering bertemu di rumahmu. Aku lelah karena di tengah kesempatanku mengembangkan diri dan mencari uang, tidak ada yang memperhatikan diriku. Aku teringat kesalahan terbesarmu tidak memeluk diriku dan tidak hadir saat aku membutuhkanmu. Aku kecewa saat momen penting bagiku tidak kau hargai. Aku mulai mencari kekurangan hubungan kita yang selama ini tidak terlihat olehku. Aku merasa kita tidak berkembang bersama dan datar. Aku merasa kamu kurang menghargai diriku.

Aku tidak tahu apakah memang kamu yang berubah atau memang sifat alamiah dirimu yang demikian. Yang pasti, semua ini terbatas oleh kondisi, waktu dan tempat. Waktu yang kumiliki kini tidak lagi banyak, mungkin juga dirimu. Tempat di antara kita juga tidak dekat lagi seperti dulu. Kondisiku pun kini sedang sulit dan aku masih lebih mencintai diriku sendiri, aku ingin berkembang dan mengolah segala hal yang ada pada diriku. Hatiku padamu pun berkurang perlahan.

Aku jujur padamu, kuceritakan semua itu. Kukatakan hubungan kita cukup saja tapi saat itu kamu tidak mau. Kamu bilang kamu masih menyayangiku dan memang seperti itulah caramu menyayangiku, hanya saja aku tidak mampu melihat dan menyadarinya, seperti aku belum mengenal dirimu, dan cara cuekmu dalam menyayangiku. Mungkin dulu caramu tidak masalah bagiku, tapi dengan segala situasi yang berbeda, caramu kini tidak lagi sesuai dengan diriku.

Kemarin kamu datang. Kamu memberi kejutan seusai aku kuliah. Kamu meminta bantuan beberapa temanku di kampus. Aku sangat terkejut. Kamu memberikan video buatanmu. Kamu muncul tiba-tiba, memeluk diriku dari belakang dan memberikan aku mawar merah segar. Aku tidak dapat berkata-kata. Aku tidak tahu harus senang atau kecewa. Video dan mawar merah darimu memang pernah kuharapkan darimu. Tapi baru kudapatkan saat aku sudah berhenti berharap. Kejutan dan segala jerih payahmu pernah kuharapkan dulu. Tapi baru kudapatkan saat hatiku padamu sudah tidak sepenuh dulu. Bagiku semuanya terlambat. Aku tahu butuh usaha keras darimu membuat video itu, dan hal-hal lainnya, sampai padaku kemarin. Sayang itu semua tidak dapat mengembalikan hatiku padamu seperti sedia kala. Aku hanya dapat berterimakasih atas usaha yang telah kaulakukan. Menurutku kamu sukses membuatku terkejut.

Ternyata kamu juga datang untuk memastikan kelanjutan hubungan kita. Aku berpikir lama, penuh bimbang dan pertimbangan yang banyak dan tak kunjung usai. Kamu terus mengungkit kenangan berarti yang telah kita lalui bersama. Namun hati sudah berkata lain, dengan beratpun aku memilih untuk menyudahi hubungan kita. Aku sedih, kamu sedih. Aku menangis banyak hingga kurasa kepala dan leherku sakit. Aku memang masih ada hati terhadap kamu, tapi tidak lagi sepenuh dulu. Bila hubungan dilanjutkan tentu akan serasa dipaksa, ini akan lebih menyakitkan. Jadi kita mengakhiri ini semua dengan masih memiliki rasa satu sama lain, ini juga menyakitkan.

Meskipun begitu, aku cukup yakin dengan keputusanku ini karena beberapa teman dan orang dekatku mendukung keputusanku. Katanya, aku berhak bahagia, aku sebaiknya membahagiakan diriku sendiri baru bisa membahagiakan orang lain.
Kamu, sadar tidak, sebelumnya aku pernah menulis hal tentang hubungan kita. Aku menulis pada tanggal 2 Januari 2014 di sini.

Begitulah hubungan kita berakhir. Semoga kamu mendapatkan yang lebih baik dari diriku, sayangilah dia dengan sepenuh hatimu, setotal mungkin, seakan tidak ada hari esok.

_Always love somebody as there’s no tomorrow.

No comments:

Post a Comment