Terakhir kali aku bergalau saat Mendiang Mamiku
berulangtahun tepat 6 bulan setelah kepergiannya. Kali ini aku kembali bergalau
setelah kehilangan dirimu. Hmm, mungkin salah, lebih tepat bila kukatakan
setelah aku memutuskan untuk melepaskan dirimu.
Ya, dirimu yang telah menemaniku sekitar 2 tahun
lebih, terhitung dari kita mulai dekat. Kamu telah menemaniku melalui beragam
peristiwa dalam hidupku. Senang dan sedih kubagi bersama dirimu. Kamu yang
paling mengenal diriku selama beberapa tahun terakhir ini. Tidak Papi, tidak
juga Cece, tidak juga teman-teman baikku. Mereka semua jauh, sibuk dengan
urusannya masing-masing. Yang dikata orang akhir minggu adalah hari keluarga,
bagiku akhir minggu adalah hari sendiri. Kamu terkadang bepergian bersama
keluargamu, memiliki acara sendiri. Tapi sempat beberapa kali kamu mengajakku
bergabung. Aku senang, aku merasakan hangatnya keluarga bersama dengan
orang-orang tercintamu. Mereka menerima diriku dan mereka membuatku nyaman dan
bahagia. Terima kasih kamu telah memberikan hal tersebut kepadaku.
Kamu juga menemaniku saat aku terjatuh sangat dalam,
saat aku mengetahui bahwa Mami tidak memiliki harapan lagi. Kamu sudah terlalu
sering melihat diriku menangis. Kamu mendengarkan setiap ceritaku tentang
perkembangan Mami. Kamu sering menjenguk Mami, menemaniku di rumah sakit,
menemaniku mengurus segala hal yang kamu mungkin tidak mengerti. Terima kasih
atas segala waktu dan kehadiran yang telah kau berikan padaku.
Semua hal yang kau berikan padaku waktu itu begitu
berarti dan aku tahu betapa sayangnya dirimu padaku. Tepat 4 hari sebelum Mami
pergi, kondisi Mami sudah tidak jelas, tidak pasti. Namun, hari itu hari yang
penting. Sepulang kuliah aku segera membeli cake
dan lilin lalu kubawa ke kampusmu. Kejutan yang mungkin kecil, tapi bagiku itu
penting, karena kamu orang yang kusayang, yang kutahu paling dekat dan
menyayangiku saat itu.
Tiba hari itu. Satu-satunya orang yang telah hidup
bersama-sama denganku selama hampir 19 tahun akhirnya meninggalkan diriku.
Semua orang sibuk. Papi ditemani saudara-saudaranya. Cece ditemani
sahabat-sahabatnya. Teman-temanku di kampus ternyata juga banyak yang datang,
begitu pula teman-teman lamaku sewaktu sekolah. Aku senang, mereka jauh-jauh
datang menghiburku dan memberi penghormatan terakhir pada orang yang telah
melahirkan dan membesarkanku di dunia ini.
Kamu juga datang saat itu. Hari kedua kamu datang,
aku begitu lega saat kamu datang. Kamu telah mengenal dekat Mami. Kamu datang
bersama sahabat-sahabatku saat SMA. Hari ketiga, adalah hari yang penting,
penutupan peti dan penghormatan terakhir sebelum dikremasi. Ini peristiwa yang
paling berat di antara 3 hari rangkaian upacara. Teman-temanku yang masih
berusia 19 tahun itu, sudah datang kemarin, jadi mereka tidak datang lagi hari
ini-yang mana adalah hari Minggu, hari keluarga-. Aku butuh seseorang. Kucari
dirimu. Kamu bilang kamu akan datang. Tapi kamu belum muncul. Di pertengahan
upacara akhirnya kamu datang bersama kedua orangtuamu. Setelah upacara selesai
akhirnya aku bisa bertemu dirimu lagi. Aku menangis sangat sesenggukan hari
itu, hari yang begitu berat. Mamamu memeluk diriku. Aku masih terus menangis.
Aku ingin memeluk dirimu. Mengapa kau tak kunjung memeluk diriku? Kamu hanya
memandangku dalam jarak kira-kira 2 meter.
Acara berlanjut ke kremasi peti, saat rupa Mami
tidak lagi ada. Cece menangis parah saat itu, tapi aku diam.
Usai kremasi, Cece ditenangkan oleh teman-temannya.
Aku mencari dirimu. Tapi..kamu tidak dapat kutemukan..ku lihat handphone, kamu harus segera pulang
karena depresi Mama kambuh. Aku mengerti.. Tapi satu hal yang paling kusesali
darimu adalah mengapa kamu tidak memelukku saat aku begitu terpukul. Sampai
saat ini itu adalah kesalahan terbesar dirimu yang entah kenapa tidak dapat
kulupakan. Tentu bukan tipikal diriku untuk mengingat kesalahan orang. Aku
duduk saja sendiri di seberang ruang, termenung, berharap dirimu di sampingku
menemaniku melewati waktu yang rasanya begitu lambat.
Waktu berlalu. Untuk pertama kalinya usiaku genap
bertambah tanpa disaksikan Mami. Sedih. Tahun lalu begitu meriah, ada Mami,
Cece, dan kamu. Kita makan bersama di suatu restoran Italia yang unik. Tahun
ini hanya aku dan Cece. Aku tidak tahu di mana dirimu. Tidak ada kejutan darimu
seperti tahun lalu. Bungkusan kertas kado pun tidak aku dapat darimu kali ini.
Hadiah terakhir darimu genap setahun yang lalu. Kado natalku pun tidak kau
balas, meski aku sangat antusias menunggunya darimu.
Kondisi keuangan keluargaku memburuk. Semua terkuras
pada pengobatan Mami kemarin. Aku tidak lagi mendapat uang jajan. Cece
mengharuskan diriku mencari penghasilan sendiri. Aku pun berjuang, tabunganku
yang telah lama kukumpulkan kian menipis, sampai akhirnya aku mendapatkan
pekerjaan. Aku menjadi pelit waktu dan tenaga. Aku masih ingin mengembangkan
diriku sebelum aku sibuk dengan pekerjaan. Aku juga ingin meningkatkan nilai
akademik setelah kemarin turun drastis karena peristiwa Mami. Waktu dan tenaga
menjadi sangat tipis dan aku kesulitan membaginya dengan dirimu. Ya, dengan
dirimu di sana. Seringkali kita hanya dapat bertemu bila aku mampir ke
rumahmu-yang letaknya jauh dari daerahku. Mungkin kita bisa bertemu lebih
sering bila kamu yang mampir ke daerahku.
Tidak lama kemudian aku mulai merasa lelah. Aku
lelah karena aku berjuang terlalu banyak. Aku lelah kita hanya sering bertemu
di rumahmu. Aku lelah karena di tengah kesempatanku mengembangkan diri dan
mencari uang, tidak ada yang memperhatikan diriku. Aku teringat kesalahan
terbesarmu tidak memeluk diriku dan tidak hadir saat aku membutuhkanmu. Aku
kecewa saat momen penting bagiku tidak kau hargai. Aku mulai mencari kekurangan
hubungan kita yang selama ini tidak terlihat olehku. Aku merasa kita tidak
berkembang bersama dan datar. Aku merasa kamu kurang menghargai diriku.
Aku tidak tahu apakah memang kamu yang berubah atau
memang sifat alamiah dirimu yang demikian. Yang pasti, semua ini terbatas oleh kondisi,
waktu dan tempat. Waktu yang kumiliki kini tidak lagi banyak, mungkin juga
dirimu. Tempat di antara kita juga tidak dekat lagi seperti dulu. Kondisiku pun
kini sedang sulit dan aku masih lebih mencintai diriku sendiri, aku ingin
berkembang dan mengolah segala hal yang ada pada diriku. Hatiku padamu pun
berkurang perlahan.
Aku jujur padamu, kuceritakan semua itu. Kukatakan
hubungan kita cukup saja tapi saat itu kamu tidak mau. Kamu bilang kamu masih
menyayangiku dan memang seperti itulah caramu menyayangiku, hanya saja aku
tidak mampu melihat dan menyadarinya, seperti aku belum mengenal dirimu, dan
cara cuekmu dalam menyayangiku. Mungkin dulu caramu tidak masalah bagiku, tapi
dengan segala situasi yang berbeda, caramu kini tidak lagi sesuai dengan
diriku.
Kemarin kamu datang. Kamu memberi kejutan seusai aku
kuliah. Kamu meminta bantuan beberapa temanku di kampus. Aku sangat terkejut.
Kamu memberikan video buatanmu. Kamu muncul tiba-tiba, memeluk diriku dari
belakang dan memberikan aku mawar merah segar. Aku tidak dapat berkata-kata.
Aku tidak tahu harus senang atau kecewa. Video dan mawar merah darimu memang
pernah kuharapkan darimu. Tapi baru kudapatkan saat aku sudah berhenti
berharap. Kejutan dan segala jerih payahmu pernah kuharapkan dulu. Tapi baru
kudapatkan saat hatiku padamu sudah tidak sepenuh dulu. Bagiku semuanya
terlambat. Aku tahu butuh usaha keras darimu membuat video itu, dan hal-hal
lainnya, sampai padaku kemarin. Sayang itu semua tidak dapat mengembalikan
hatiku padamu seperti sedia kala. Aku hanya dapat berterimakasih atas usaha
yang telah kaulakukan. Menurutku kamu sukses membuatku terkejut.
Ternyata kamu juga datang untuk memastikan
kelanjutan hubungan kita. Aku berpikir lama, penuh bimbang dan pertimbangan
yang banyak dan tak kunjung usai. Kamu terus mengungkit kenangan berarti yang
telah kita lalui bersama. Namun hati sudah berkata lain, dengan beratpun aku
memilih untuk menyudahi hubungan kita. Aku sedih, kamu sedih. Aku menangis
banyak hingga kurasa kepala dan leherku sakit. Aku memang masih ada hati
terhadap kamu, tapi tidak lagi sepenuh dulu. Bila hubungan dilanjutkan tentu
akan serasa dipaksa, ini akan lebih menyakitkan. Jadi kita mengakhiri ini semua
dengan masih memiliki rasa satu sama lain, ini juga menyakitkan.
Meskipun begitu, aku cukup yakin dengan keputusanku
ini karena beberapa teman dan orang dekatku mendukung keputusanku. Katanya, aku
berhak bahagia, aku sebaiknya membahagiakan diriku sendiri baru bisa
membahagiakan orang lain.
Kamu, sadar tidak, sebelumnya aku pernah menulis hal
tentang hubungan kita. Aku menulis pada tanggal 2 Januari 2014 di sini.
Begitulah hubungan kita berakhir. Semoga kamu
mendapatkan yang lebih baik dari diriku, sayangilah dia dengan sepenuh hatimu,
setotal mungkin, seakan tidak ada hari esok.
_Always love somebody as there’s no tomorrow.